Senin, 01 Desember 2008

Sekilas Tentang Toraja

Aq b'asal dari suku Toraja. Walaupun aq lahir n besar d Mks, akan tetapi sy cinta dgn budaya Toraja. Therefore, sy ingin menceritakan ttg Toraja.

Budaya Toraja Memesona Dunia

Oleh Suriani


RANTEPAO - Tana Toraja (Tator) sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), kerap lebih dikenal oleh para wisatawan mancanegara ketimbang Makassar, Ibu Kota Sulsel sendiri. Tator yang penuh dengan berbagai macam pesona budaya dapat dicapai dengan kendaraan darat dalam waktu delapan jam melalui desa-desa khas Bugis-Makassar yang indah permai dan desa-desa nelayan. Selain itu, penerbangan Merpati Nusantara Airlines dengan pesawat Cassa selalu siap mengantar setiap hari. Cukup 45 menit dari Bandara Hasanuddin, Makassar, penumpang dapat tiba di Lapangan Pongtiku, Tator. Bila menggunakan angkutan udara, dari ketinggian akan tampak Tator dengan hamparan sawah luas terbentang yang dilatarbelakangi rumah adat Tongkonan yang mempunyai bentuk seperti tanduk kerbau. Rumah tinggal tersebut merupakan karya masyarakat Toraja yang khas.Masyarakat Tator dikenal sangat menghargai arti hidup yang direfleksikan dalam berbagai adat dan budaya, serta pola hidup baik sebagai petani maupun peternak. “Tedong bonga” alias kerbau belang atau albino, menjadi ternak andalan dan kesayangan masyarakat Tator. Pasalnya, tedong bonga tersebut dipakai pada acara adat dan ritual, sehingga wajar jika harga tedong bonga per ekor dapat mencapai puluhan juta rupiah. “Tedong bonga yang badannya bagus dan tanduknya panjang dan besar, biasanya dibeli sampai Rp 50 juta. Bahkan Rp 100 juta bila dianggap benar-benar kerbau pilihan,” tutur Marten, salah seorang warga Tator. Kendati zaman modern sudah memasuki sisi ruang kehidupan, masyarakat Tator dalam kesehariannya masih dikaitkan dengan beraneka ragam perayaan seperti pesta panen, upacara pemindahan rumah (Rambu Solok) dan upacara kematian (Rambu Tuka). Pada acara-acara tersebut sudah barang tentu mereka menggunakan pakaian adat lengkap dengan aneka perhiasannya.Setiap menggelar acara adat, acara santap bersama yang disertai dengan minuman tuak, biasanya berlangsung berhari-hari. Pada kesempatan tersebut, para kerabat dan keluarga akan dapat membayar ”utang” pesta yang lalu. Selain dapat menyaksikan pesta adat, di Tator juga masih banyak objek wisata yang patut dikunjungi di antaranya, Londa yang terletak kurang lebih empat kilometer dari Ibu Kota Kabupaten Tana Toraja, Rantepao di mana tau-tau yaitu perlambang jasad mereka yang telah meninggal dipajang di depan gua di atas tebing yang curam. Hal yang sama juga dapat ditemukan di Lemo, sekitar 12 kilometer dari Rantepao. Di lokasi tersebut terdapat tempat peristirahatan terakhir para ningrat Tana Toraja yang disemayamkan dalam bentuk tau-tau dan paling baik dikunjungi pada pagi hari.Sementara Ke’te Kusu merupakan sebuah desa yang menjadi museum rumah tongkonan dan rumah adat. Di antara rumah tersebut, juga tampak hamparan persawahan dilatarbelakangi dengan tebing-tebing yang tinggi, tempat tau-tau yang tua. Di antara tau-tau itu, ada yang mencapai lebih dari satu abad. Dan yang tak kalah menariknya untuk dikunjungi adalah lokasi arung jeram di Sungai Sa’dang. Lokasi ini merupakan yang terbaik di Indonesia. Bagi yang senang tantangan, tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya untuk berlaga menguji keterampilan di lokasi arung jeram tingkat empat dan lima yang sangat mengasikkan. Jadi Warisan Dunia Keunikan dan kekhasan adat budaya Tator telah membuat daerah tujuan wisata tersebut diusulkan menjadi warisan budaya dunia. Usulan tersebut sudah digulirkan sejak tahun 2000. Hasil usulan tersebut, Tator kini mendapat nomor registrasi C1038 dari UNESCO, organisasi dunia yang menangani masalah kebudayaan.Untuk usulan pertama, baru terbatas pada perkampungan Kete’ Kesu dan pada 2002, tim UNESCO telah melakukan peninjauan. Hasilnya, tim merekomendasikan agar pengunggulan Tana Toraja dikembangkan menjadi serial nomination yakni usulan yang terdiri dari beberapa situs dalam suatu kawasan. Lewat kesepakatan bersama antara pemerintah daerah dan pusat, diputuskan penambahan delapan situs anyar, selain situs Kete Kesu tentunya. Kedelapan situs itu adalah Pallawa, Bori Parinding, Kandeapi, Rante Karassik, Buntupune, Pala Tokke, Londa dan Lemo. Akhirnya, kesembilan situs tersebut diusulkan ke kantor UNESCO di Paris pada 21 April 2004. Usulan tersebut kembali menghasilkan keputusan, di mana Indonesia harus melakukan reformulasi pengusulan Tana Toraja. Di antaranya pemetaan delapan situs, penentuan zona inti dan zona penyangga, belum adanya justifikasi mengenai kriteria, harus disertakan situs pembanding yang memiliki kemiripan dan belum disertakan site management plan. Akhirnya pada Agustus 2004, Asdep Urusan Kepurbakalaan dan Permuseuman sudah melakukan pemetaan tambahan. Termasuk mempertemukan para pakar budaya lalu mempresentasikannya kepada kelompok kerja (Pokja) Warisan Dunia. Terakhir, sosialisasi warisan budaya dunia Tana Toraja. Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Budaya dan Pariwisata (Menbudpar) harus menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah di antaranya pembuatan peta kawasan skala 1:10.000 dan penetapan Menbudpar terhadap penetapan kawasan Tator sebagai kawasan cagar budaya nasional. (*)

Tidak ada komentar: